AMSTERDAM (Berita SuaraMedia) – Taner Tabak (35) telah berusaha memperoleh sertifikat Wine putih halal selama dua tahun, dan kini ia telah berhasil. "Kevserhelalwine" miliknya lolos tes dan mendapat sertifikat halal dari Kontrol Kualitas Halal (Halal Quality Control – HQC).
Pencarian Tabak akan anggur dengan kadar alkohol 0% dilakukan atas permintaan kaum Muslim. Pada pertemuan setiap hari Jumat, mereka tidak dapat minum bersama kolega dan teman-teman dan sebuah "Wine halal" dapat menjadi solusi bagi persoalan itu.
Tabak mempelajari proses pembuatan Wine bebas alkohol. Melalui sebuah proses teknis baru, yang membuatnya mendapatkan hak paten, Tabak, bekerjasama dengan sebuah perusahaan Jerman, berhasil membuat Wine bebas alkohol. Tabak mengatakan memang telah ada minuman Wine yang dikatakan bebas alkohol, namun mereka tidak lolos tes halal HQC karena masih mengandung sedikit alkohol.
HQC memiliki banyak syarat sebelum mereka memberikan sebuah sertifikat pada suatu produk. Sebuah permintaan tambahan untuk memperoleh sertifikat contohnya adalah peraturan higienis. Mereka mengerjakannya di bawah konsultasi dengan HQC. Tabak mengatakan, "Wine halal tidak dibuat begitu saja!"
Kelompok sasaran Tabak bukan hanya kaum Muslim, melainkan lebih luas lagi. "Yang juga menjadi sasaran saya adalah para wanita hamil, mereka yang terkena diabetes, mereka yang harus menyetir setelah menghadiri sebuah pesta dan karena itu tidak bisa minum alkohol dan sebagainya."
Di antara koleksi Tabak adalah Wine merah, putih, dan mawar, juga Wine yang berat. Ia yakin akan kelezatan rasa Wine nya dan baru-baru ini menantang seorang ahli Wine Nicolaas Klei untuk datang dan mencicipi anggurnya.
Nama kevser merujuk pada sebuah surat di Al Quran, jelas Tabak. Surat itu berbicara tentang Wine halal.
Tabak tidak khawatir akan penjualan Wine - nya. Negara-negara seperti Malaysia, Azerbaijan, Dubai, dan bahkan Arab Saudi telah menunjukkan ketertarikannya, ujar Tabak dengan antusias.
Tabak menjual Kevserhelalwine melalui perusahaan miliknya, Talay Wine Company, dengan harga rata-rata 6-7 euro (Rp. 90.000 – 100.000).
"Kami telah mengubah yang haram menjadi halal. Wine yang berasa seperti Wine tapi benar-benar bebas alkohol, dan kami memproduksinya," ujar Tabak.
Wine halal buatan Tabak bukan satu-satunya minuman beralkohol yang tidak mengandung alkohol. Tahun lalu, di Perancis diproduksi Chamalal, sampanye halal. Seperti sampanye pada umumnya, minuman ini juga terbuat dari Wine dan bergelembung, namun bebas alkohol.
Diluncurkan pada bulan September, tepat menjelang bulan suci Ramadhan tahun 2008, Chamala terbukti berhasil diterima di negara asal sampanye itu. Tidak ada satu acara pun yang akan lengkap tanpa kehadirannya.
Versi halal gelembung sampanye ini dijual dengan harga sekitar 60 euro (Rp. 900.000) per botol di beberapa restoran, namun jauh lebih murah jika membelinya di supermarket.
Penemu Chamalal, Rachid Gacem, mengatakan bahwa ia melihat adanya celah dalam pasar minuman beralkohol.
"Ketika saya datang ke pesta dan semua orang meminum alkohol, seperti sampanye, mereka seringkali menanyakan apakah saya mau minum satu gelas. Tapi kami (Muslim) tidak minum alkohol. Karena saya ingin menjadi bagian dari pesta, saya ingin meminum sesuatu yang seperti sampanye, tapi bukan sampanye."
Menanggapi minuman tersebut, tak semua Muslim lantas setuju. Beberapa di antara pemeluk Islam mempertanyakan bahkan meragukan kandungan isi Cham'alal. Seperti komentar-komentar di situs berita online yang menulis tentang peluncuran Cham'alal, yang salah satunya berbunyi, "Apakah itu benar-benar minuman Wine berkarbonasi?". (rin/iie/itn/fw/rpk/at) Dikutip oleh www.suaramedia.com
Sumber : suaramedia.com
Lihat juga:
Sate
Soto
Selasa, 30 November 2010
Dim Sum Enak yang Membuat Beruntung
Kalau kenal Dim Sum hanya bakpao, hakau dan siomai, berarti kini saatnya Anda menggali ilmu baru. Beragam variasi Dim Sum baru dari Hong Kong dan Shanghai bakal dibeberkan rahasia pembuatannya oleh sang chef. Anda berpraktek langsung dengan bimbingan sang Dim Sum chef, dan menggali dapat ilmu sebanyak mungkin. Kami hanya menyediakan 20 (dua puluh) tempat untuk pencinta Dim Sum sejati!!!
Dim Sum, penganan mungil yang berasal dari Cina Selatan dan populer di HongKong ini memang mengalami perkembangan yang dahsyat. Kini, dengan mudah kita sarapan Dim Sum baik dari kelas kaki lima sampai kelas resto khusus. Beragam Dim Sum juga ditawarkan dalam berbagai harga. Nah, jika Anda berniat memulai usaha baru dan berharap mendapatkan bisnis baru yang menjanjikan, Dim Sum bisa jadi pilihan. Mengingat penggemar Dim Sum pun makin lama makin luas dan banyak. Seperti tahun silam, tahun ini kami juga memilihkan materi cooking class dengan pilihan varian Dim Sum yang lebih beragam. Mulai dari Dim Sum yang dikukus, digoreng hingga yang dimatangkan dengan sedikit minyak (pan fried). Chef Lauw Pak Wai dari Tien Chao Restaurant, Hotel Gran Melia Jakarta, bersedia meluangkan waktu untuk membeberkan rahasia pembuatan Dim Sum yang enak, cantik dan tidak terlalu berlemak. Dim Sum jenis inilah yang digemari oleh banyak orang di dunia saat ini.
Secara khusus sang Dim Sum chef, memilihkan 5 (lima) jenis Dim Sum yaitu : Mixed Vegetable Dumpling, Fish Dumpling serta Minced Beef Dumpling. Tiga jenis dumpling ini memiliki bentuk yang unik dan cara pembuatan yang menarik. Bukan hanya itu isian dumpling pun memiliki variasi yang lebih menyehatkan. Kecuali dikukus juga memakai bahan sayuran dan ikan. Untuk 2 Dim Sum yang lain; Chicken Shrimp Dumpling yang dimatangkan dengan sedikit minyak dan Sesame Seed Seafood Roll yang renyah dan gurih karena digoreng. Kedua Dim Sum unik ini juga bakal menggoyang lidah karena lezatnya.
Cooking class ini memerlukan ketelitian maka kelas akan diadakan dengan sistem hands on alias praktek langsung. Karena itu pula kami hanya membuka 20 (dua puluh) tempat untuk mereka yang benar-benar berminat. Setelah berpraktek membuat dim sum, seperti biasa, acara akan ditutup dengan makan siang bermenu komplet dan bisa mencicipi makanan sepuas hati termasuk aneka sajian BBQ khas Cina.
Ada baiknya, catat dahulu waktunya agar Anda bisa mengatur; Sabtu, 26 Januari 2008, pukul 09.30-14.00 WIB, di Tien Chao Restaurant, Hotel Gran Melia Jakarta, lantai 1, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Agar tak kehabisan tiket, segera saja daftarkan diri Anda di sini! Kami hanya akan memberikan tempat bagi mereka yang benar-benar berminat. Karena itu setelah pendafaran, mohon segera membereskan urusan administrasi! (ely/Odi)
Sumber : Odilia Winneke - detikFood
Lihat juga:
Burger King
Sushi
Dim Sum, penganan mungil yang berasal dari Cina Selatan dan populer di HongKong ini memang mengalami perkembangan yang dahsyat. Kini, dengan mudah kita sarapan Dim Sum baik dari kelas kaki lima sampai kelas resto khusus. Beragam Dim Sum juga ditawarkan dalam berbagai harga. Nah, jika Anda berniat memulai usaha baru dan berharap mendapatkan bisnis baru yang menjanjikan, Dim Sum bisa jadi pilihan. Mengingat penggemar Dim Sum pun makin lama makin luas dan banyak. Seperti tahun silam, tahun ini kami juga memilihkan materi cooking class dengan pilihan varian Dim Sum yang lebih beragam. Mulai dari Dim Sum yang dikukus, digoreng hingga yang dimatangkan dengan sedikit minyak (pan fried). Chef Lauw Pak Wai dari Tien Chao Restaurant, Hotel Gran Melia Jakarta, bersedia meluangkan waktu untuk membeberkan rahasia pembuatan Dim Sum yang enak, cantik dan tidak terlalu berlemak. Dim Sum jenis inilah yang digemari oleh banyak orang di dunia saat ini.
Secara khusus sang Dim Sum chef, memilihkan 5 (lima) jenis Dim Sum yaitu : Mixed Vegetable Dumpling, Fish Dumpling serta Minced Beef Dumpling. Tiga jenis dumpling ini memiliki bentuk yang unik dan cara pembuatan yang menarik. Bukan hanya itu isian dumpling pun memiliki variasi yang lebih menyehatkan. Kecuali dikukus juga memakai bahan sayuran dan ikan. Untuk 2 Dim Sum yang lain; Chicken Shrimp Dumpling yang dimatangkan dengan sedikit minyak dan Sesame Seed Seafood Roll yang renyah dan gurih karena digoreng. Kedua Dim Sum unik ini juga bakal menggoyang lidah karena lezatnya.
Cooking class ini memerlukan ketelitian maka kelas akan diadakan dengan sistem hands on alias praktek langsung. Karena itu pula kami hanya membuka 20 (dua puluh) tempat untuk mereka yang benar-benar berminat. Setelah berpraktek membuat dim sum, seperti biasa, acara akan ditutup dengan makan siang bermenu komplet dan bisa mencicipi makanan sepuas hati termasuk aneka sajian BBQ khas Cina.
Ada baiknya, catat dahulu waktunya agar Anda bisa mengatur; Sabtu, 26 Januari 2008, pukul 09.30-14.00 WIB, di Tien Chao Restaurant, Hotel Gran Melia Jakarta, lantai 1, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Agar tak kehabisan tiket, segera saja daftarkan diri Anda di sini! Kami hanya akan memberikan tempat bagi mereka yang benar-benar berminat. Karena itu setelah pendafaran, mohon segera membereskan urusan administrasi! (ely/Odi)
Sumber : Odilia Winneke - detikFood
Lihat juga:
Burger King
Sushi
Ice cream Kesukaan dan Karakter
Anda suka Ice cream rasa apa? Tidak sekadar enak, tapi rasa favorit dapat menunjukkan karakter Anda.
* Ice cream cokelats
Pecinta ice cream rasa cokelat digambarkan sebagai pribadi yang hati-hati, pemalu, dan santai. Mereka adalah pendengar yang baik, sehingga ia dapat menjadi teman yang diandalkan saat Anda punya masalah.
Minatnya tertuju pada seni, rock indie, penonton TV dan film kelas kakap.
* Ice cream Vanila
Penggemar ice cream vanila merupakan pribadi yang berani ambil resiko dan bermotivasi tinggi di tempat kerja. Mereka berselera klasik, seperti mendengar musik klasik, dan menonton film dokumenter. Mereka juga tidak mudah berpaling ke sesuatu yang trendi, punya pendirian.
* Ice cream Strawberry
Anda yang menggilai ice cream strawberry adalah seorang pemalu dan setia. Jika diterjemahkan dalam lingkungan kerja, Anda adalah karyawan yang berdedikasi dan bekerja serius. Anda juga ambisius, menerapkan standar tinggi, dan menjaga hubungan yang sehat dengan atasan.
Saat santai, strawberry lovers menikmati berselancar di dunia maya, mendengar music R&B, juga hip hop.
Jika Anda suka semua rasa? Silahkan Anda pilih karakter yang paling mendekati. (iVillage/Foto Ist)
Sumber : astaga.com
Lihat juga:
Hanamasa
Sour Sally
Enaknya Steak di Banjarmasin
Steak, menyebut masakan satu ini pasti yang terbayang adalah lezatnya daging panggang. Nah, bagi Anda penyuka steak, Aroma Steak adalah pilihan tepat menikmati steak di Banjarmasin.
Aneka menu steak dengan rasa dan aroma yang khas, dapat Anda pesan di tempat makan berlokasi di Jalan Haryono MT Banjarmasin, Kalsel. Menempati lokasi ini sejak 1 November 2010, sebelumnya di Jalan Brigjen H Hasan Basry, Kayutangi.
Di sini, tersedia sirloin steak, tenderloin steak, T-bone steak yakni tulang berbentuk 'T' yang dikelilingi daging di kedua sisinya, serta lamp chop (kambing) steak. Anda juga bisa memilih daging sapi lokal dari Surabaya atau impor dari New Zealand, namun kedua-duanya sama-sama berkualitas.
Apalagi begitu memasuki lokasi, Anda bakal langsung mencium lezatnya aroma steak. Dapurnya yang berkonsep terbuka, membuat Anda bisa menyaksikan langsung bagaimana steak pesanan Anda dimasak.
Cara memasak steak pun bisa dipilih, dengan chef yang khusus didatangkan dari Bali. Rare bagi yang menginginkan sebagian besar daging masih berwarna merah, atau medium bila suka bagian tengah masih berwarna merah dan sisinya berwarna merah muda. Namun bagi yang suka tidak memiliki warna merah, well done yang dipilih.
Memasaknya juga tidak menggunakan frypan (wajan), melainkan steak langsung digrill atau dibakar dengan arang, kemudian disiram dengan saus unggulan yang sebagian bahannya impor. Justru dengan cara ini, yang membuat aromanya begitu menggugah selera.
"Karena aromanya, itulah yang menginspirasi sehingga tempat makan ini diberi nama Aroma," beber owner Aroma Steak, Thomas Njo.
Menyantap steak, makin nikmat ditemani kentang goreng dan aneka sayur terdiri dari jagung pipilan, buncis, wortel, kembang kol, dan kacang kapri yang dimasak secara khusus dan menghasilkan rasa yang gurih. Namun bagi Anda yang kalau makan tidak lengkap tanpa nasi, juga tersedia nasi putih.
"Steak sudah menjadi makanan populer. Jika dulunya premium dan adanya di hotel, sekarang kita menyasar kelas menengah dan bawah, dan di Banjarmasin penikmatnya sangat antusias," ungkap Thomas.
Selain daging, pilihan steak juga tersedia lamb chop (kambing), sosis, ayam, hingga fillet ikan. Khusus fish steak, bahan bakunya ikan kakap, namun ke depan akan berbahan ikan dori yang didatangkan dari Vietnam. Variasi steak ini, membuatnya bisa dinikmati siapa saja.
Suasana tempat makan juga menyenangkan dan familiar laiknya di rumah sendiri. Di ruangannya yang luas, udara bebas keluar masuk sehingga menyegarkan di tengah cuaca siang hari yang panas.
Tetapi kalau Anda ingin bersantap cukup di rumah atau di kantor, Anda bisa menggunakan delivery service. Tinggal pesan ke nomor 081236474411 dengan Dyah, dan langsung diantar. Kualitasnya pun terjamin, selain masih fresh dan hot sampai ke tangan pemesan, juga tidak tercemar. Sebelum dikemas dalam wadah berbahan gabus, terlebih dahulu dibungkus dengan aluminium foil.
Tidak mengherankan, bila penikmatnya tak hanya orang lokal juga para turis mancanegara di antaranya dari negara tempat steak berasal. Uniknya, warga asal Belgia, Austria, Afrika Selatan hingga Australia yang sedang tugas atau berwisata ke Kalsel tersebut begitu menikmati steak racikan dari Aroma Steak.
Soal harga, juga tidak perlu khawatir karena steak dibanderol dengan harga tidak menguras kantong. Hanya dengan Rp 25 ribu, Anda sudah bisa menikmati sirloin steak lokal.
Tunggu apa lagi, segera saja menyambangi atau pesan menu favorit Anda ke Aroma Steak Jalan Haryono MT, Banjarmasin. (hay/*)
Sumber : Eka D-BANJARMASINPOST.CO.ID
Lihat juga:
Dim Sum
Aneka menu steak dengan rasa dan aroma yang khas, dapat Anda pesan di tempat makan berlokasi di Jalan Haryono MT Banjarmasin, Kalsel. Menempati lokasi ini sejak 1 November 2010, sebelumnya di Jalan Brigjen H Hasan Basry, Kayutangi.
Di sini, tersedia sirloin steak, tenderloin steak, T-bone steak yakni tulang berbentuk 'T' yang dikelilingi daging di kedua sisinya, serta lamp chop (kambing) steak. Anda juga bisa memilih daging sapi lokal dari Surabaya atau impor dari New Zealand, namun kedua-duanya sama-sama berkualitas.
Apalagi begitu memasuki lokasi, Anda bakal langsung mencium lezatnya aroma steak. Dapurnya yang berkonsep terbuka, membuat Anda bisa menyaksikan langsung bagaimana steak pesanan Anda dimasak.
Cara memasak steak pun bisa dipilih, dengan chef yang khusus didatangkan dari Bali. Rare bagi yang menginginkan sebagian besar daging masih berwarna merah, atau medium bila suka bagian tengah masih berwarna merah dan sisinya berwarna merah muda. Namun bagi yang suka tidak memiliki warna merah, well done yang dipilih.
Memasaknya juga tidak menggunakan frypan (wajan), melainkan steak langsung digrill atau dibakar dengan arang, kemudian disiram dengan saus unggulan yang sebagian bahannya impor. Justru dengan cara ini, yang membuat aromanya begitu menggugah selera.
"Karena aromanya, itulah yang menginspirasi sehingga tempat makan ini diberi nama Aroma," beber owner Aroma Steak, Thomas Njo.
Menyantap steak, makin nikmat ditemani kentang goreng dan aneka sayur terdiri dari jagung pipilan, buncis, wortel, kembang kol, dan kacang kapri yang dimasak secara khusus dan menghasilkan rasa yang gurih. Namun bagi Anda yang kalau makan tidak lengkap tanpa nasi, juga tersedia nasi putih.
"Steak sudah menjadi makanan populer. Jika dulunya premium dan adanya di hotel, sekarang kita menyasar kelas menengah dan bawah, dan di Banjarmasin penikmatnya sangat antusias," ungkap Thomas.
Selain daging, pilihan steak juga tersedia lamb chop (kambing), sosis, ayam, hingga fillet ikan. Khusus fish steak, bahan bakunya ikan kakap, namun ke depan akan berbahan ikan dori yang didatangkan dari Vietnam. Variasi steak ini, membuatnya bisa dinikmati siapa saja.
Suasana tempat makan juga menyenangkan dan familiar laiknya di rumah sendiri. Di ruangannya yang luas, udara bebas keluar masuk sehingga menyegarkan di tengah cuaca siang hari yang panas.
Tetapi kalau Anda ingin bersantap cukup di rumah atau di kantor, Anda bisa menggunakan delivery service. Tinggal pesan ke nomor 081236474411 dengan Dyah, dan langsung diantar. Kualitasnya pun terjamin, selain masih fresh dan hot sampai ke tangan pemesan, juga tidak tercemar. Sebelum dikemas dalam wadah berbahan gabus, terlebih dahulu dibungkus dengan aluminium foil.
Tidak mengherankan, bila penikmatnya tak hanya orang lokal juga para turis mancanegara di antaranya dari negara tempat steak berasal. Uniknya, warga asal Belgia, Austria, Afrika Selatan hingga Australia yang sedang tugas atau berwisata ke Kalsel tersebut begitu menikmati steak racikan dari Aroma Steak.
Soal harga, juga tidak perlu khawatir karena steak dibanderol dengan harga tidak menguras kantong. Hanya dengan Rp 25 ribu, Anda sudah bisa menikmati sirloin steak lokal.
Tunggu apa lagi, segera saja menyambangi atau pesan menu favorit Anda ke Aroma Steak Jalan Haryono MT, Banjarmasin. (hay/*)
Sumber : Eka D-BANJARMASINPOST.CO.ID
Lihat juga:
Dim Sum
Senin, 29 November 2010
Original Sushi
The original type of Sushi, classified today as nare-zushi (馴れ寿司, 熟寿司), first developed somewhere in Southeast Asia, disseminating to Japan. Fish was salted and wrapped in fermented rice, a traditional lacto-fermented rice dish. Nare-zushi was made of this gutted fish stored in fermented rice for preservation. Nare-zushi was stored for fermentation for a few months then removed. The fermented rice was discarded and fish was the only part consumed. This early Sushi became a great source of protein.
The Japanese preferred to eat the fish with the rice, known as namanare or namanari (生成, なまなれ, なまなり). During the Muromachi period namanare was the most popular type of sushi. Namanare was partly raw fish wrapped in rice, consumed fresh, before it lost its flavor. This new way of consuming fish was no longer a form of preservation but rather a new dish in Japanese cuisine.
During the Edo era (the early modern period, 1603 to 1868 in Japan), a third type of Sushi was introduced, haya-zushi (早寿司, 早ずし). Haya-zushi was assembled so that both rice and fish could be consumed at the same time, and the dish became unique to Japanese culture. It was the first time that rice was not being used for fermentation. Rice was now mixed with vinegar. Fish, vegetables and dried preserved foods would be added. This type of sushi is still very popular today. Each region utilizes local flavors to produce a variety of Sushi that has been passed down for many generations.
When Tokyo was still being called Edo, at the beginning of the 19th century, mobile food stalls became the dominant food service. During this period nigiri-zushi (握り寿司) was introduced. Nigiri-zushi is the most common type of sushi in the todays Sushi restaurants. It is an oblong mound of rice with a slice of fish draped over it. After the Great Kanto earthquake in 1923, nigiri- Sushi chefs lost their jobs and spread throughout Japan and popularised the dish throughout the country.
Today the Sushi dish internationally known as "Sushi" (nigirizushi; Kantō variety) is a fast food invented by Hanaya Yohei (華屋与兵衛; 1799 - 1858) at the end of Edo period in today's Tokyo (Edo). People in Tokyo were living in haste even a hundred years ago. The nigirizushi invented by Hanaya was not fermented and could be eaten using the fingers or chopsticks. It was an early form of fast food that could be eaten at a road side or in the theater.
Funazushi
Funazushi is a rare type of nare-zushi still prepared near lake Biwa, Shiga Prefecture. Eighteen generations of the Kitamura family have been preparing the dish (with eggs intact) at Kitashina since 1619.
Fresh funa (crucian carp from the lake) are scaled and gutted through their gills keeping the body (and often the eggs) of the fish intact. The fish are then packed with salt and aged for a year before being repacked annually in rice for up to four years. The resulting fermented fish may be served sliced thin or used as an ingredient in other dishes.
Source : en.wikipedia
See also:
Dim Sum
Soto
The Japanese preferred to eat the fish with the rice, known as namanare or namanari (生成, なまなれ, なまなり). During the Muromachi period namanare was the most popular type of sushi. Namanare was partly raw fish wrapped in rice, consumed fresh, before it lost its flavor. This new way of consuming fish was no longer a form of preservation but rather a new dish in Japanese cuisine.
During the Edo era (the early modern period, 1603 to 1868 in Japan), a third type of Sushi was introduced, haya-zushi (早寿司, 早ずし). Haya-zushi was assembled so that both rice and fish could be consumed at the same time, and the dish became unique to Japanese culture. It was the first time that rice was not being used for fermentation. Rice was now mixed with vinegar. Fish, vegetables and dried preserved foods would be added. This type of sushi is still very popular today. Each region utilizes local flavors to produce a variety of Sushi that has been passed down for many generations.
When Tokyo was still being called Edo, at the beginning of the 19th century, mobile food stalls became the dominant food service. During this period nigiri-zushi (握り寿司) was introduced. Nigiri-zushi is the most common type of sushi in the todays Sushi restaurants. It is an oblong mound of rice with a slice of fish draped over it. After the Great Kanto earthquake in 1923, nigiri- Sushi chefs lost their jobs and spread throughout Japan and popularised the dish throughout the country.
Today the Sushi dish internationally known as "Sushi" (nigirizushi; Kantō variety) is a fast food invented by Hanaya Yohei (華屋与兵衛; 1799 - 1858) at the end of Edo period in today's Tokyo (Edo). People in Tokyo were living in haste even a hundred years ago. The nigirizushi invented by Hanaya was not fermented and could be eaten using the fingers or chopsticks. It was an early form of fast food that could be eaten at a road side or in the theater.
Funazushi
Funazushi is a rare type of nare-zushi still prepared near lake Biwa, Shiga Prefecture. Eighteen generations of the Kitamura family have been preparing the dish (with eggs intact) at Kitashina since 1619.
Fresh funa (crucian carp from the lake) are scaled and gutted through their gills keeping the body (and often the eggs) of the fish intact. The fish are then packed with salt and aged for a year before being repacked annually in rice for up to four years. The resulting fermented fish may be served sliced thin or used as an ingredient in other dishes.
Source : en.wikipedia
See also:
Dim Sum
Soto
Yakitori
Sate termasuk salah satu makanan paling populer di Indonesia. Banyak daerah di Nusantara ini memiliki menu sate. Oleh karena itu Anda mengenal sate padang, sate madura, sate banjar, sate betawi, sate maranggi, sate blora, sate ponorogo, dan lain sebagainya. Jenis dagingnya pun beragam, dari ayam hingga penyu, dari kerang hingga torpedo. Sajian tersebut dapat Anda peroleh dengan mudah, dari warung pinggir jalan hingga restoran mewah.
Namun pernahkah Anda mendengar tentang sate Jepang? Sate Jepang yang juga disebut yakitori, tidak jauh berbeda dengan sate yang ada di Indonesia. Cara memasaknya juga dengan cara dibakar, dengan beraneka macam daging, tak beda dengan sate khas Indonesia.
Meskipun banyak memiliki kesamaan, perbedaan antara sate khas Indonesia dan yakitori juga cukup mencolok. Makanan di Jepang umumnya diolah dengan cara dan bahan yang sehat. Hal ini juga diterapkan dalam pembuatan yakitori. Jika sate yang biasa kita kenal adalah sate yang banyak mengandung kecap dan minyak, yakitori tidak banyak mengandung minyak dan lebih mengutamakan penggunaan garam.
Bahan dasar yakitori sendiri adalah ayam, sesuai makna kata tori yang artinya ayam. Semua bagian dari ayam, seperti paha, kulit, hati, dan lain sebagainya, bisa digunakan untuk yakitori. Di Jepang, sate ayam ini lalu dibakar di atas arang kayu. Kualitas arang kayu ini menentukan cita rasa satenya. Arang kayu yang keras dan aromatik menghasilkan sate yang lebih lezat, daripada arang kayu yang lebih murah, atau yang dipanggang di atas kompor gas dan pemanggang elektrik. Sebagian penjual yakitori menggunakan ayam buras (jidori), yang lebih alot daripada ayam biasa, tetapi lebih punya cita rasa.
Di negara asalnya, yakitori populer di kalangan pekerja kantoran kelas menengah sebagai jajanan sepulang kantor dalam perjalanan ke stasiun kereta. Yakitori banyak dijual di yakitori-ya, (restoran atau stan-stan makanan di pinggir jalan). Kerap kali selain dicelup dengan saus barbeque (sebelum dipanggang), daging ayam tersebut juga disiram dengan bir dingin. Wow... seperti apa, ya rasanya? Mereka mengakhiri hidangan tersebut dengan menenggak sake.
Sumber : Eka.D kompas.com - banjarmasinpost.co.id
Lihat juga:
Burger King
Wine
Namun pernahkah Anda mendengar tentang sate Jepang? Sate Jepang yang juga disebut yakitori, tidak jauh berbeda dengan sate yang ada di Indonesia. Cara memasaknya juga dengan cara dibakar, dengan beraneka macam daging, tak beda dengan sate khas Indonesia.
Meskipun banyak memiliki kesamaan, perbedaan antara sate khas Indonesia dan yakitori juga cukup mencolok. Makanan di Jepang umumnya diolah dengan cara dan bahan yang sehat. Hal ini juga diterapkan dalam pembuatan yakitori. Jika sate yang biasa kita kenal adalah sate yang banyak mengandung kecap dan minyak, yakitori tidak banyak mengandung minyak dan lebih mengutamakan penggunaan garam.
Bahan dasar yakitori sendiri adalah ayam, sesuai makna kata tori yang artinya ayam. Semua bagian dari ayam, seperti paha, kulit, hati, dan lain sebagainya, bisa digunakan untuk yakitori. Di Jepang, sate ayam ini lalu dibakar di atas arang kayu. Kualitas arang kayu ini menentukan cita rasa satenya. Arang kayu yang keras dan aromatik menghasilkan sate yang lebih lezat, daripada arang kayu yang lebih murah, atau yang dipanggang di atas kompor gas dan pemanggang elektrik. Sebagian penjual yakitori menggunakan ayam buras (jidori), yang lebih alot daripada ayam biasa, tetapi lebih punya cita rasa.
Di negara asalnya, yakitori populer di kalangan pekerja kantoran kelas menengah sebagai jajanan sepulang kantor dalam perjalanan ke stasiun kereta. Yakitori banyak dijual di yakitori-ya, (restoran atau stan-stan makanan di pinggir jalan). Kerap kali selain dicelup dengan saus barbeque (sebelum dipanggang), daging ayam tersebut juga disiram dengan bir dingin. Wow... seperti apa, ya rasanya? Mereka mengakhiri hidangan tersebut dengan menenggak sake.
Sumber : Eka.D kompas.com - banjarmasinpost.co.id
Lihat juga:
Burger King
Wine
Ice cream berbahan Kedelai
Siapa sih yang tidak suka dengan Ice cream? Selain rasanya yang manis dan dingin, ice cream juga bisa membangkitkan mood jadi lebih baik loh. Kalau biasanya ice cream terbuat dari susu sapi, nah kali ini ice cream terbuat dari kedelai? Seperti apa ya rasanya?
Tidak pernah ada yang menolak jika ditawarkan dengan semangkuk ice cream, minuman dingin yang terbuat dari susu sapi dengan varian rasa ini banyak sekali penggenarnya baik tua maupun muda. Tapi apa jadinya jika ice cream ini terbuat dari kedelai? Hmm..awalnya saya sempat ragu, apakah rasa ice cream ini akan sama dengan rasa ice cream yang berbahan dasar susu sapi.
Setelah dicoba ternyata rasanya cukup enak loh! Susu sapi yang menjadi bahan utama digantikan dengan susu kedelai. Proses pembuatannya masih tetap sama hanya bahan utamanya saja yang berbeda. Tapi menurut si pengelola, ada sedikit keterbatasan. Ice cream dari susu kedelai ini hanya bisa dibuat menjadi tiga varian rasa saja, yaitu vanilla, strawberry dan juga cokelat.
Rasa yang lain masih dalam proses pencarian. Tekstur ice cream - nya sendiri cukup lembut tidak jauh berbeda dengan ice cream pada umumnya, tapi buat saya ice cream dari susu kedelai ini hampir mirip dengan es puter. Dan kalau di rasakan betul-betul aroma dan rasa kedelainya masih cukup terasa.
Tapi tidak mengecewakan. Ice cream susu kedelai atau banyak yang menyebutnya dengan istilah ice cream tahu ini bisa di jumpai di Warung Tahu yang berada di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Selain itu, ice cream kedelai ini cocok buat mereka yang alergi susu sapi terutama anak-anak, juga buat mereka yang harus berdiet lemak. Bisa tetap makan ice cream, tapi tetap sehat. (eka/Odi)
Sumber : Eka Septia - detikFood
Lihat juga:
Sour Sally
Hanamasa
Tidak pernah ada yang menolak jika ditawarkan dengan semangkuk ice cream, minuman dingin yang terbuat dari susu sapi dengan varian rasa ini banyak sekali penggenarnya baik tua maupun muda. Tapi apa jadinya jika ice cream ini terbuat dari kedelai? Hmm..awalnya saya sempat ragu, apakah rasa ice cream ini akan sama dengan rasa ice cream yang berbahan dasar susu sapi.
Setelah dicoba ternyata rasanya cukup enak loh! Susu sapi yang menjadi bahan utama digantikan dengan susu kedelai. Proses pembuatannya masih tetap sama hanya bahan utamanya saja yang berbeda. Tapi menurut si pengelola, ada sedikit keterbatasan. Ice cream dari susu kedelai ini hanya bisa dibuat menjadi tiga varian rasa saja, yaitu vanilla, strawberry dan juga cokelat.
Rasa yang lain masih dalam proses pencarian. Tekstur ice cream - nya sendiri cukup lembut tidak jauh berbeda dengan ice cream pada umumnya, tapi buat saya ice cream dari susu kedelai ini hampir mirip dengan es puter. Dan kalau di rasakan betul-betul aroma dan rasa kedelainya masih cukup terasa.
Tapi tidak mengecewakan. Ice cream susu kedelai atau banyak yang menyebutnya dengan istilah ice cream tahu ini bisa di jumpai di Warung Tahu yang berada di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Selain itu, ice cream kedelai ini cocok buat mereka yang alergi susu sapi terutama anak-anak, juga buat mereka yang harus berdiet lemak. Bisa tetap makan ice cream, tapi tetap sehat. (eka/Odi)
Sumber : Eka Septia - detikFood
Lihat juga:
Sour Sally
Hanamasa
Langganan:
Postingan (Atom)